Terapi Pilek Alergi Tanpa Obat

EXERCISE AEROBIK

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, exercise aerobik atau latihan aerobik adalah aktivitas dimana otot-otot besar tubuh bergerak secara ritmis untuk jangka waktu tertentu. Latihan aerobik disebut juga aktivitas ketahanan yang meningkatkan kebugaran kardiorespirasi. Exercise aerobik dapat menjadi salah satu tatalaksana non medikamentosa yang bermanfaat bagi berbagai penyakit, termasuk penyakit-penyakit yang berhubungan dengan telinga, hidung dan tenggorokan (THT).1 Secara khusus, latihan aerobik menunda timbulnya morbiditas dan meningkatkan kesehatan dan umur. Aerobik yang kuat (misalnya, berlari) memberikan manfaat kelangsungan hidup tambahan hingga 3–5 kali aktivitas fisik minimum yang direkomendasikan (75–150 menit / minggu), dengan volume pelatihan hingga 10 kali lipat lebih tinggi yang umumnya dianggap aman dan dapat ditoleransi dengan baik.2

Fisiologi hidung sangat dinamis, bervariasi sesuai dengan mekanisme otonom dan juga respons terhadap berbagai rangsangan eksternal. Struktur hidung menghasilkan resistensi terhadap aliran udara hidung yang mewakili 50 hingga 60% dari total resistensi pernapasan. Diketahui bahwa banyak faktor seperti usia, suhu lingkungan, postur tubuh, obat-obatan, hiperventilasi, proses inflamasi mukosa hidung, faktor hormonal, konsumsi alkohol dan latihan fisik dapat mengubah resistensi hidung.3

Penelitian telah menunjukkan penurunan resistensi hidung yang signifikan selama latihan dan juga hubungan linier antara besaran pengurangan dan intensitas beban. Dipercaya juga bahwa sebagian besar penurunan resistensi terjadi tepat setelah awal latihan, dan turun perlahan setelahnya hingga 5 menit setelah latihan. Mekanisme utama yang bertanggung jawab atas peningkatan permeabilitas hidung selama latihan fisik adalah keluarnya cairan dari sistem saraf simpatis. Sejumlah faktor akan terlibat dalam latihan fisik untuk mengurangi resistensi hidung, seperti vasokonstriksi aktif mukosa hidung, peningkatan aktivitas otot hidung, peningkatan aliran udara hidung dan hiperventilasi.3

Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan bahwa latihan fisik menyebabkan peningkatan yang signifikan pada permeabilitas hidung. Forsyth et al. dan Lacroix et al. menggunakan resistansi hidung sebagai parameter penilaian dan masing-masing dapat melihat penurunan 30 hingga 46% dan 31% setelah latihan fisik. Peningkatan volume hidung bersifat sementara, penurunan yang lebih besar dalam peningkatan ini terjadi dalam sepuluh menit pertama setelah akhir latihan, dan 20 menit setelah akhir latihan, nilai volume hidung turun mendekati nilai yang ditemukan saat istirahat.3

Manfaat latihan aerobik dengan kesehatan kardiovaskular sudah cukup diketahui. Tetapi, hal yang belum banyak diketahui dengan baik adalah kesehatan jantung dan kebugaran fisik juga berkorelasi positif dengan pendengaran yang lebih baik. Penelitian menunjukkan bahwa dengan meningkatnya tingkat kesehatan jantung akan meningkatkan kepekaan pendengaran. Banyak penjelasan di balik efek perlindungan kebugaran kardiovaskular yang terletak pada peningkatan sirkulasi darah yang dibutuhkan untuk memasok tulang dan otot telinga bagian dalam. Ketika aliran darah terhambat, nutrisi (seperti antioksidan dan protein pelindung heat shock) tidak akan tersedia. Aliran darah dapat terhambat oleh penumpukan kolesterol di dinding arteri, dan vasokonstriksi (penyempitan) yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi, merokok, stres, dan beberapa tipe kepribadian.4 Hubungan tingkat kebugaran kardiovaskuler dengan pendengaran ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Semakin tinggi kebugaran kardiovaskular (ditampilkan sebagai rendah, sedang, dan tinggi), semakin baik pendengaran di sebagian besar kelompok umur. 4

Gambar 1 menunjukkan manfaat latihan aerobik di sebagian besar kelompok usia saat kebugaran kardiovaskular tercapai. Hal ini menunjukkan  bahwa gerakan otot yang besar, seperti berjalan, bersepeda, dan berenang, setidaknya selama 20-30 menit setiap kali, lima hari seminggu. Saat memeriksa olahraga yang dilakukan satu kali saja, latihan aerobik dapat mengalihkan aliran darah dari bagian tubuh yang secara metabolik kurang aktif (seperti organ dan jaringan telinga bagian dalam) ke bagian yang lebih aktif secara metabolik (seperti otot rangka yang sedang berolahraga). Namun, olahraga secara teratur telah terbukti menghasilkan darah yang dipenuhi dengan nutrisi (misalnya, vitamin, antioksidan, dan kadar gula yang memadai), protein pelindung, serta darah yang tidak dikotori dengan kolesterol, trigliserida, atau terlalu banyak gula. Jika dilakukan secara teratur, latihan aerobik menghasilkan pembuluh darah yang cenderung lebih lentur, memungkinkan peralihan aliran darah dari istirahat ke olahraga, dan tahan terhadap perubahan tekanan darah tanpa mengalami gangguan yang besar pada dinding arteri.4

Mayoritas penelitian menunjukkan bahwa latihan aerobik menghasilkan sejumlah perbaikan fisiologis dan psikologis, termasuk perbaikan fungsi paru-paru (misalnya, PEF, FEV 1, FEF 25), penurunan peradangan saluran napas (yaitu, penurunan jumlah eosinofil dalam sputum yang diinduksi), penurunan eksaserbasi asma, peningkatan kontrol asma, kunjungan ED lebih sedikit, dan penurunan kecemasan dan depresi. Efek ini tampaknya tidak terbatas pada jenis latihan aerobik tertentu karena manfaat ini ditemukan dalam berbagai bentuk (mis., gabungan latihan kekuatan dan latihan aerobik, latihan sirkuit dalam ruangan, renang, treadmill; diawasi versus tidak diawasi), intensitas (misalnya, latihan diselesaikan pada 60-70% VO2 maks; tidak aktif, cukup aktif, aktif), dan frekuensi (mulai dari 6 minggu sampai 3 bulan) dari latihan aerobik.5

Manfaat latihan aerobik terhadap masalah pernapasan yang sudah banyak dijelaskan, salah satunya adalah terkait asma. Meskipun obat anti-asma inhalasi efektif pada kebanyakan pasien, obat-obatan yang digunakan untuk asma berhubungan dengan efek samping. Lebih lanjut, tidak semua orang dewasa dengan asma meminum obat anti asma seperti yang ditentukan. Hal ini menyoroti perlunya strategi tatalaksana non- medikamentosa pada asma. Beberapa bukti menunjukkan bahwa latihan aerobik dapat menggantikan atau melengkapi pengobatan medikamentosa untuk asma. Sebuah metaanalisis yang dilakukan oleh Carson et al (2013) menunjukkan bahwa latihan aerobik dapat ditoleransi dengan baik pada pasien asma.6

Latihan aerobik secara teratur juga merupakan gaya hidup yang berpotensi menurunkan risiko vertigo pada wanita. Penelitian  menunjukkan bahwa kurangnya aktivitas fisik pada wanita lanjut usia merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya BPPV.7

Selain asma dan BPPV, latihan aerobik juga bermanfaat untuk tatalaksana non medikamentosa pada kanker. Meskipun sebagian besar mekanisme yang mendasari di balik manfaat onkoprotektif dari olahraga teratur masih belum diketahui, latihan aerobik dapat mengurangi beberapa tahap yang berbeda dalam perkembangan kanker, seperti inisiasi tumor, pertumbuhan, dan metastasis.2

DAFTAR PUSTAKA

  1. Hansen ESH, Pitzner-Fabricius A, et al. Effect of aerobic exercise training od asthma in adults- a systematic review and meta-analysis. European respiratory journal. 2020
  2. Nilsson MI, Bourgeois JM, Nederveen JP, Leite MR, Hettinga BP, Bujak AL, et al. (2019) Lifelong aerobic exercise protects against inflammaging and cancer. PLoS ONE 14(1): e0210863. https://doi.org/10.1371/journal. pone.0210863
  3. Fonseca MT, Pereira SA, et al. Effects of physical exercise in nasal volume.  Otorrinolaringol 2006, 72(5)
  4. Alessio H, Hutchinson K. Is there a relationship between exercise and better hearing? In: Carmen R, ed. Hearing loss & Hearing Aids; A bridge to healing (2nd edition). Sedona, Ariz: Auricle Ink Publishers; 2003: 132-134
  5. Kimberly M. A, Alison C. M. Asthma and aerobic exercise: A review of the empirical literature. y Journal of Asthma. 2012. doi:10.3109/02770903.2012.759963
  6. Hansen ESH, Pitzner-Fabricius A, et al. Effect of aerobic exercise training od asthma in adults- a systematic review and meta-analysis. European respiratory journal. 2020
  7. Bazoni JA, Mendes WS, et al. Physical activityin the prevention of BPPV: Probable association. Int Arch Otorhinolaryngol. 2014; 18(4): 387-390

IRIGASI NASAL SEBAGAI TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA

PADA PENDERITA RHINITIS ALERGI

Definisi irigasi nasal

Irigasi nasal atau nasal lavage atau nasal douche adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk mencuci rongga hidung dengan menggunakan larutan garam yang diberikan secara semprotan (spray), larutan atau nebulizer.1 Irigasi nasal sering dikenal dengan istilah Neti yang merupakan bahasa Sansekerta yang memiliki arti pembersihan hidung. 2

Irigasi nasal sering digunakan sebagai terapi tambahan karena memiliki manfaat mengeluarkan mukus dan debris yang berlebihan dari hidung dan sinus.1 Irigasi nasal juga mengurangi konsentrasi mediator inflamasi dan memulihkan mukosa nasal pada pasien dengan gangguan pada sinonasal.3

Tujuan Penggunaan Irigasi Nasal

Tujuan penggunaan irigasi nasal adalah untuk mengoptimalisasi dan mengefekifkan pengobatan yang sedang dijalanani.1 Mekanisme kerja irigasi nasal yang pasti belum diketahui dengan jelas, namun diketahui bahwa rusaknya fungsi protektif dari mukosa hidung memiliki peranan penting pada sebagian besar penyakit-penyakit sinonasal.4

Dalam hal ini, irigasi nasal dapat memperbaiki fungsi mukosa hidung dengan melakukan pembersihan, mengurangi mediator inflamasi, melembabkan cavum nasi dan memperbaiki fungsi mukosiliar. Larutan garam fisiologis kaya akan kandungan natrium dan miliki sedikit kandungan bikarbonat, kalium, kalsium dan magnesium, dengan kadar pH yang sedikit dibawah alkali. Bikarbonat berfungsi untuk menurunkan viskositas dari sekresi hidung; sedangkan kalium dan magnesium berfungsi untuk menurunkan jumlah sitokin dan inflamasi lokal pada daerah sinonasal.3 Penggunaan larutan garam yang hipertonik juga dilaporkan dapat mengurangi edema melalui proses difusi gradien osmolar, sehingga dapat memperbaiki transpor mukosiliar dan mengurangi patensi ostium sinus.4

Indikasi Penggunaan Irigasi Nasal

Irigasi nasal dengan larutan garam digunakan pada gangguan sinonasal sebagai terapi tambahan (adjuvan) yang efektif. Rhinitis alergi merupakan salah satu indikasi dari pemberian irigasi nasal. Indikasi lainnya antar lain adalah infeksi saluran napas atas karena virus, rhinitis pada kehamilan, rinosinusitis akut/kronik dan perawatan pasca bedah sinus endoskopi fungsional (FESS).5

Efek Samping Penggunaan Irigasi Nasal

Penggunaan irigasi nasal menggunakan larutan garam pada umumnya aman. Walaupun demikian kadang pada penggunaan pertama kali mungkin didapatkan perasaan tak nyaman atau sensasi panas pada hidung. Efek samping lain yang mungkin timbul adalah perasaan penuh di telinga yang dapat sembuh sendiri, rasa menyengat pada mukosa hidung dan epistaksis. Hal ini dapat disebabkan karena teknik irigasi yang salah atau komposisi larutan irigasi yang tidak sesuai, namun hal ini bukan merupakan indikasi untuk menghentikan irigasi nasal.5

Jika pasien merasakan adanya sensasi panas atau menyengat pada hidung, maka harus dilakukan penurunan jumlah konsentrasi garam dan frekuensi irigasi per hari. Pada penggunaan dalam jangka panjang, beberapa pasien dapat melaporkan rasa kering pada rongga hidung. Sampai saat ini belum didapatkan laporan mengenai efek samping serius dari penggunaan irigasi nasal.5

Cara Penggunaan Irigasi Nasal

Bahan dan alat

Bahan yang diperlukan untuk melakukan irigasi nasal adalah larutan garam yang dapat dengan atau tanpa diberi tambahan natrium bikarbonat sebagai buffer. Sedangkan alat yang diperlukan adalah spuit/neti pot/nasal irrigation pot (tempat/mangkuk untuk larutan garam) dan pint container (tempat mencampur bahan larutan).

Garam yang digunakan bukanlah garam dapur, sebab garam dapur mengandung iodium (bahan aditif). Pada umumnya, larutan yang paling sering digunakan adalah larutan garam 0,9 (fisiologis) – 3% (Hipertonik) dengan temperatur larutan yang hangat. Jangan menggunakan air yang terlalu panas atau terlalu dingin untuk melakukan irigasi.6

Cara Irigasi

Cara yang paling sederhana adalah dengan menghirup larutan garam dari tangan. Cara yang lebih baik adalah dengan menyemprotkan larutan ke dalam lubang hidung tetapi kurang efektif. Metode yang paling efektif adalah dengan memastikan larutan tersebut masuk melalui salah satu lubang hidung dan keluar melalui lubang hidung sebelahnya atau keluar melalui rongga hidung ke tenggorok dan kemudian dikeluarkan melalui mulut; dengan menggunakan spuit (syringe) atau dengan menggunakan pompa irigasi elektrik. Cara irigasi:5

  1. Bungkukkan badan diatas bak cuci/wastafel sekitar 45o, miringkan kepala sekitar 45o sehingga satu lubang hidung berada diatas lainnya. Masukkan ujung pot ke lubang hidung yang diatas secara perlahan dan membentuk seal (penutup) yang nyaman sehingga larutan ini tidak keluar melalui lubang hidung. Jangan menekan ujung pot pada septum nasi.
  2. Bernapaslah melalui mulut dan tinggikan pegangan pot sehingga larutan masuk ke hidung. Setelah beberapa saat, larutan akan mulai keluar dari lubang hidung yang lebih rendah. Bila larutan sudah habis, keluarkan napas perlahan melalui kedua lubang hidung untuk mengeluarkan kelebihan larutan dan mukus. Kemudian ulangi prosedur pada lubang hidung yang satunya. Lakukan pada setiap hidung beberapa kali dan 2-3 kali sehari.

Kegunaan Irigasi Nasal pada Pasien dengan Rhinitis Alergi

Prinsip utama dari pengobatan rhinitis alergi adalah menghindari alergen, namun kadangkala kita menjumpai dimana sangat sulit bagi pasien untuk menghindari alergen tersebut. Oleh karena itu, biasanya dapat ditambahkan beberapa obat yang dikonsumsi secara oral, namun obat-obatan tersebut hanya memiliki efek untuk mengurangi gejala yang dialami pasien. Selain itu, penggunaan obat jangka panjang juga memiliki banyak efek samping, oleh karena itu penggunaan irigasi nasal sebagai terapi adjuvan bagi penderita rhinitis alergi pada semua kalangan usia sangat bermanfaat.6

DAFTAR PUSTAKA

  1. Bettcher, C. et al. Allergic Rhinitis Key Aspects & Recommendations. UMHS Allergic Rhinitis Guideline. 2013. Tersedia pada: https://www.med.umich.edu/1info/FHP/practiceguides/allergic/allergic.pdf.
  2. Papsin B, McTavish A. Saline nasal irrigation – Its role as an adjunct treatment. Can Fam Physician. 2013; 49:168-73.
  3. Bastier, P. L. et al. Nasal irrigation: From empiricism to evidence-based medicine. A review. European Annals of Otorhinolaryngology, Head and Neck Diseases. Elsevier Masson SAS. 2015; 132(5):281-5.
  4. Lee KJ. The paranasal sinuses : embryology, anatomy, endoscopic diagnosis, and treatment. Dalam: Chan Y. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 10th Ed. United States: The Mcgraw-Hill Companies; 2012: 397-415
  5. Maharyati, R dan Irwan, K. 2011. Peranan Irigasi Larutan Garam Pada Rinosinusitis Kronis. Surabaya: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2011
  6. Principi, N. dan Esposito, S. Nasal irrigation: An imprecisely defined medical procedure. International Journal of Environmental Research and Public Health. 2017; 14(5).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *